cross hijaber
BERITA UNIK BERITA VIRAL

Cross Hijaber, Pria yang Suka Pakai Hijab

HobiQQ Lounge – Cross Hijaber, pria yang suka pakai hijab Belakangan sedang ramai dibahas di media sosial tentang fenomena cross hijaber yang menyoroti para pria berhijab. Crosshijaber jadi sensasi setelah ada pengguna Twitter mengunggah thread tentang keberadaan komunitas tersebut.

Istilah cross-hijaber sendiri diambil dari cross-dressing, di mana pria mengenakan dress dan tampil dengan makeup. Apa yang menyebabkan para pria ini berpakaian tak sesuai dengan gendernya?

Salah satu cross hijaber dengan nama samaran Dini menceritakan bagaimana dirinya mulai melakukan lintas busana. Dini adalah seorang pria yang suka mengenakan hijab. Perjalanan cross-dressing-nya dimulai sejak 2010. Awalnya, Dini mencoba untuk mengenakan pakaian ibunya. Hingga akhirnya ia tertarik untuk menjadi cross hijaber.

“Tertarik itu sudah lama masih zaman sekolah juga sudah suka. Tapi, waktu itu belum hijab. Jadi sebelumnya itu setahun itu masih biasa. Nah hijab itu dari tahun 2013 awal. Referensi dulu nggak ada karena memang kepengin aja dari saya sendiri,” cerita Dini saat diwawancara HobiQQ di sebuah hotel di kawasan Tendean, Jakarta Selatan.

Rasa penasaran Dini tentang wanita yang bisa mengenakan berbagai jenis pakaian membuat dirinya ingin mencoba berpakaian seperti wanita. Ia pun kemudian mulai mencari tahu informasi tentang komunitas cross-dressing dan kegiatan yang dilakukannya.

“Kenapa sih kalau cewek itu bisa pakai yang banyak macemnya, cowok ya itu kaos, celana, jeans, nggak terlalu banyak variasi. Itu yang mendorong saya untuk coba-coba jadi crossdresser itu kayak gimana,” ujarnya.

Pria berusia 27 tahun ini sudah mulai mencoba mengenakan pakaian wanita di kamar pada 2010. Setelah tertarik berhijab, Dini pun mulai menjadi cross hijaber pada 2013.

“Pertama kali berani keluar waktu keadaan hijab itu sekitar 2016. Selama tiga tahun itu masih di dalam rumah. Baju pertama kali itu punya ibu, terus berlanjut kakak, bajunya lumayan banyak variatif ya dicoba juga, abis itu coba keluar juga tapi nggak jauh, dekat rumah aja,” terang Dini.

foto salah satu cross hijaber

Ini Sejarah Saat Orang Tak Berpakaian Sesuai Gender

Crossdressing bukanlah fenomena modern. Seperti dilansir Fashion History, raja Asyur Sardanapulus, juga dikenal sebagai Ashurbanipal pada abad ke-5 SM, dikatakan telah menghabiskan sebagian besar waktunya di istananya mengenakan pakaian wanita dan dikelilingi oleh para selirnya. Ketika berita tentang perilaku ini dikenal luas, beberapa bangsawan memberontak. Meskipun crossdressing dipandang rendah karena menunjukkan kelemahan feminin, ia berjuang lama dan berani berpakaian beda dari gendernya selama dua tahun, sebelum akhirnya bunuh diri.

Pada 1420-an di Prancis ada seorang wanita Agen Poker yang berpakaian sebagai pria demi ikut perang membebaskan negaranya dari penjajahan Inggris. Joan of Arc berpakaian sebagai seorang pria untuk memimpin tentara Prancis ke medan perang, Sebagai seorang gadis berusia 12 tahun di pedesaan Prancis, ia telah menerima penglihatan dari orang-orang suci masa lalu dan menjadi yakin bahwa takdirnya adalah membebaskan Prancis dari penjajah Inggris. Dia ditolak sebagai seorang wanita, tetapi berpakaian sebagai seorang pria dan mengajukan permohonan kepada Charles VII secara langsung untuk diizinkan bertarung. Anehnya, Charles membiarkan gadis petani itu memimpin pasukannya dan dia memenangkan beberapa kemenangan besar,. Joan kemudian dibakar dengan tuduhan sesat karena ‘pakaian pria-nya’, yang dikatakan tidak menghormati hukum Tuhan dan alam.

Bukan hanya militer yang secara tradisional didominasi oleh pria. Dunia musik jazz juga sulit bagi seorang wanita untuk menerobos masuk, maka Dorothy Tipton, wanita asal Amerika tampil sebagai seorang pria bernama Billy. Mengikat payudaranya dan berpakaian sebagai alter egonya, Billy, Dorothy segera mulai hidup sebagai seorang pria secara pribadi pada 1940. Hanya beberapa kerabat agen bandarq online indonesia yang tahu rahasianya

Motivasi crossdressing atau bertukar penampilan juga dinilai sebagai ekspresi seni. Pada zaman Edo di Jepang yang dikenal sebagai seni pertunjukan Kabuki, para aktor berpenampilan dan mengambil peran-peran wanita.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *